Algoritma Jahat? Begini Cara Sosmed Bikin Kamu Scroll Tanpa Henti
Pernah nggak sih, kamu cuma niat buka Instagram sebentar—tiba-tiba udah sejam aja? Atau scroll TikTok “cuma bentar”, eh tahu-tahu mata udah perih. Tenang, kamu nggak sendiri. Fenomena ini bukan sekadar “kurang niat”, tapi ada dalangnya: algoritma media sosial.
Tapi… sejahat itukah algoritma? Yuk kita kupas gimana sebenarnya cara algoritma ini bekerja, dan kenapa kita makin susah lepas dari layar.
Apa Itu Algoritma Media Sosial?
Algoritma di media sosial itu kayak penata panggung di balik layar. Mereka yang menentukan konten apa yang muncul di berandamu. Semakin lama kamu pakai, semakin mereka “kenal” kamu: suka video kucing? Suka gosip seleb? Atau suka bahas konspirasi? Semua ditampilin, biar kamu betah scroll terus.
Jadi, kalau kamu pernah ngerasa, “Kok ini sesuai banget sih sama aku?”—itu bukan kebetulan. Itu kerja algoritma.
Kenapa Algoritma Bisa Bikin Ketagihan?
-
Konten yang Dipersonalisasi
Setiap scroll yang kamu lakukan jadi bahan riset buat algoritma. Konten yang kamu like, share, simpan, atau tonton sampai habis, itu semua dikumpulin. Akhirnya, algoritma bisa menebak: “Oh, kamu sukanya ini ya!” dan boom—kamu terus disuguhi konten serupa. -
Reward System: Seperti Mesin Slot
Media sosial dirancang seperti kasino. Kamu scroll, kadang nemu konten biasa aja, kadang nemu yang lucu banget. Sensasi “kejutan” inilah yang bikin otak kamu melepaskan dopamin, hormon yang bikin nagih. -
FOMO: Fear of Missing Out
Takut ketinggalan info, gosip, atau tren terbaru juga bikin kita terus buka sosmed. Algoritma tahu ini, dan mereka selalu kasih notifikasi atau trending topic yang bikin kamu balik lagi.
Waktu Kamu = Uang Bagi Mereka
Satu hal yang perlu diingat: platform media sosial tidak gratis—kita “membayar” dengan waktu dan perhatian. Semakin lama kita online, semakin banyak iklan yang bisa ditampilkan. Itu artinya… makin banyak cuan buat mereka.
Jadi, bukan cuma soal hiburan, tapi soal bisnis. Kamu adalah produk.
Algoritma dan Bubble Opini
Selain bikin kecanduan, algoritma juga punya efek lain: filter bubble. Karena kamu terus diberi konten yang sejalan dengan opinimu, lama-lama kamu terjebak dalam gelembung informasi. Kamu nggak lihat pandangan lain. Ini berbahaya, apalagi saat menghadapi isu sosial atau politik.
Cara Mengatasi Ketergantungan Sosmed
Bukan berarti kita harus uninstall semua aplikasi. Tapi kita bisa lebih sadar dan bijak saat menggunakannya. Beberapa tips:
-
Matikan notifikasi yang tidak penting
-
Tetapkan waktu khusus untuk buka sosmed
-
Gunakan fitur “Screen Time” untuk pantau penggunaan
-
Ikuti akun yang memberi nilai positif, bukan cuma hiburan kosong
Kita tetap bisa menikmati media sosial—asal tidak diperbudak olehnya.
Penutup: Sosmed Bukan Musuh, Tapi Alat
Algoritma memang punya sisi gelap, tapi juga punya sisi terang. Mereka bisa bantu kamu belajar hal baru, terhubung dengan orang baru, bahkan cari peluang kerja. Kuncinya adalah: kamu yang mengendalikan, bukan dikendalikan.
Apakah Semua Platform Sama Jahatnya?
Nggak semua media sosial punya cara kerja algoritma yang sama, meskipun tujuannya tetap serupa: bikin kamu betah scroll.
Misalnya TikTok, dikenal dengan algoritma yang sangat agresif. Nonton satu video 3 detik aja, langsung dikira kamu suka—besoknya isinya bisa penuh dengan konten serupa. Twitter (atau X), meskipun awalnya fokus ke akun yang kamu follow, sekarang juga mulai menunjukkan banyak konten “For You” dari luar lingkaranmu.
Instagram? Lebih kompleks. Mereka gabungkan postingan dari teman, reels viral, dan rekomendasi dari algoritma. Sedangkan YouTube punya pendekatan lebih “berat”—mereka menganalisis historimu dalam jangka panjang untuk menyarankan video yang bisa bikin kamu nonton berjam-jam.
Jadi, tiap platform punya gaya masing-masing. Tapi satu benang merahnya jelas: mereka semua bersaing untuk menangkap perhatianmu lebih lama.
Bagaimana Masa Depan Algoritma Sosmed?
Kita belum lihat yang paling ekstrem. Ke depan, algoritma nggak cuma pintar membaca kebiasaanmu, tapi juga mulai mengenali emosi dan suasana hatimu.
Lewat teknologi AI dan machine learning, algoritma bisa memprediksi apa yang kamu butuhkan bukan hanya dari apa yang kamu tonton, tapi dari ekspresi, komentar, bahkan waktu kamu aktif.
Bisa jadi suatu saat kamu lagi sedih, terus platform menyodorkan konten sedih lainnya yang bikin kamu makin mellow. Atau sebaliknya, dikasih konten marah biar kamu terpancing debat dan makin aktif.
Ini bisa jadi peluang, tapi juga ancaman. Karena itu, penting banget buat kita semua jadi pengguna yang sadar digital, bukan sekadar konsumen pasif. Kita bisa mulai dengan mengatur waktu penggunaan, memilih konten dengan sadar, dan lebih bijak dalam mengelola notifikasi.